Tanjung Karang Menyiapkan Sambut Wisatawan
Tanjung Karang Menyiapkan Sambut Wisatawan. Warga Tanjung Karang, Donggala sudah siap sambut wisatawan. Sebelum
gempa Tanjung Karang tempat wisatawan domestik dan mancanegara. Tanjung
Karang memang sempat diguncang gempa tapi tidak tersapu tsunami.
Gelombang ombak hanya setinggi satu meter di Tanjung Karang. Hampir tidak ada rumah yang hancur di sana, hanya ada satu rumah yang rubuh itupun rumah yang belum selesai dibangun.
Rizal Ardas mengatakan Tanjung Karang akan siap menerima wisatawan pada pertengahan Desember mendatang. Saat ini persediaan logistik dari Palu belum bisa datang.
“Nanti dibuka pertengahan Desember sekarang udah yang booking, tapi ditunda dulu,” imbuh Rizal,
di Donggala, Jumat (19/10).
Rizal salah warga lokal yang bekerja di Prince John Dive Resort, hotel yang beroperasi di Tanjung Karang. Sebelum gempa Tanjung Karang menjadi salah satu pusat periwisata di Sulawesi Tengah.
Rizal mengatakan setidaknya ratusan wisatawan mancanegara yang berlibur di sana. Paling banyak dari Eropa terutama Jerman karena pemilik resort warga negara Jerman. Tapi beberapa tahun terakhir juga banyak wisatawan dari Asia seperti Jepang dan Korea Selatan.
Warga Tanjung Karang khawatir pemberitaan dan informasi yang tersebar mengenai daerah mereka. Banyak yang mengira Tanjung Karang ikut hancur dalam bencana yang terjadi pada 28 September lalu. Tapi sebenarnya Tanjung Karang baik-baik saja. Resort dan hotel di sana pun tidak ada rusak parah.
“Ada beberapa yang retak-retak di kamar mandi tapi sudah dibenahi,” ujar Rizal.
Rizal mengatakan sekitar 90 persen warga Tanjung Karang bekerja di sektor pariwisata. Ada yang menjadi staf hotel, membuka penyediaan alat menyelam, kapal atau membuka warung makan.
Karena itu setelah gempa mereka memikirkan aktivitas ekonomi yang bisa mereka lakukan.
Tanjung Karang menjadi destinasi wisata favorit terutama bagi warga Kota Palu. Tapi kini Palu sepi karena sebagian besar warganya mengungsi atau pergi keluar kota. Sebab masih tidak sedikit warga
yang khawatir ada gempa dan tsunami susulan.
“Kami masih bingung untuk ke depannya,” tutur Sarwan salah satu warga lainnya.
Tanjung Karang memiliki pantai yang indah dan bisa diselami. Perairan yang dangkal membuat para wisatawan bisa menikmati terumbu karang yang indah dengan perahu atau menyelam langsung.
Rizal mengatakan Pantai Tanjung Karang memang dipelihara agar tetap bersih dan indah. Waktu ia kecil ia melihat banyak wisatawan asing yang datang ke Tanjung Karang.
Pada suatu ketika ada warga negara Jerman yang membangun hotel di daerah tersebut. Semakin banyak wisatawan yang datang. Warga pun mendapatkan keuntungan ekonomi dengan menjajakan makanan bagi para turis asing mau pun domestik.
Sejak saat itu Pantai Tanjung Karang terus dipelihara keindahannya. Tidak ada imbauan pemerintah untuk melestarikan pantai ini. Warga sekitar berinisiatif sendiri untuk menjaga lingkungan mereka.
“Pantainya kami jaga, kami larang orang luar untuk memanah ikan, masyarakat di sini juga kami larang untum buat jangkar di sini, ada tempatnya juga, kami jaga karang-karang supaya tamu melihat karang itu bagus,” ucap Rizal.
Sebelum gempa, kata Rizal, setiap hari warga lokal selalu membersihkan pantai. Tapi karena warga masih mengungsi warga belum bisa maksimal membersihkan pantai.
“Masyarakat asli sini sangat menjaga pantai jadi kalau ada orang luar memancing, yang bukan asli di sini kami usir, kami jaga, jadi ikan-ikan tidak diliar, dari Palu tamu orang asing bisa beri makan ikan, ikannya jinak kok,” tambah Rizal.
Gelombang ombak hanya setinggi satu meter di Tanjung Karang. Hampir tidak ada rumah yang hancur di sana, hanya ada satu rumah yang rubuh itupun rumah yang belum selesai dibangun.
Rizal Ardas mengatakan Tanjung Karang akan siap menerima wisatawan pada pertengahan Desember mendatang. Saat ini persediaan logistik dari Palu belum bisa datang.
“Nanti dibuka pertengahan Desember sekarang udah yang booking, tapi ditunda dulu,” imbuh Rizal,
di Donggala, Jumat (19/10).
Rizal salah warga lokal yang bekerja di Prince John Dive Resort, hotel yang beroperasi di Tanjung Karang. Sebelum gempa Tanjung Karang menjadi salah satu pusat periwisata di Sulawesi Tengah.
Rizal mengatakan setidaknya ratusan wisatawan mancanegara yang berlibur di sana. Paling banyak dari Eropa terutama Jerman karena pemilik resort warga negara Jerman. Tapi beberapa tahun terakhir juga banyak wisatawan dari Asia seperti Jepang dan Korea Selatan.
Warga Tanjung Karang khawatir pemberitaan dan informasi yang tersebar mengenai daerah mereka. Banyak yang mengira Tanjung Karang ikut hancur dalam bencana yang terjadi pada 28 September lalu. Tapi sebenarnya Tanjung Karang baik-baik saja. Resort dan hotel di sana pun tidak ada rusak parah.
“Ada beberapa yang retak-retak di kamar mandi tapi sudah dibenahi,” ujar Rizal.
Rizal mengatakan sekitar 90 persen warga Tanjung Karang bekerja di sektor pariwisata. Ada yang menjadi staf hotel, membuka penyediaan alat menyelam, kapal atau membuka warung makan.
Karena itu setelah gempa mereka memikirkan aktivitas ekonomi yang bisa mereka lakukan.
Tanjung Karang menjadi destinasi wisata favorit terutama bagi warga Kota Palu. Tapi kini Palu sepi karena sebagian besar warganya mengungsi atau pergi keluar kota. Sebab masih tidak sedikit warga
yang khawatir ada gempa dan tsunami susulan.
“Kami masih bingung untuk ke depannya,” tutur Sarwan salah satu warga lainnya.
Tanjung Karang memiliki pantai yang indah dan bisa diselami. Perairan yang dangkal membuat para wisatawan bisa menikmati terumbu karang yang indah dengan perahu atau menyelam langsung.
Rizal mengatakan Pantai Tanjung Karang memang dipelihara agar tetap bersih dan indah. Waktu ia kecil ia melihat banyak wisatawan asing yang datang ke Tanjung Karang.
Pada suatu ketika ada warga negara Jerman yang membangun hotel di daerah tersebut. Semakin banyak wisatawan yang datang. Warga pun mendapatkan keuntungan ekonomi dengan menjajakan makanan bagi para turis asing mau pun domestik.
Sejak saat itu Pantai Tanjung Karang terus dipelihara keindahannya. Tidak ada imbauan pemerintah untuk melestarikan pantai ini. Warga sekitar berinisiatif sendiri untuk menjaga lingkungan mereka.
“Pantainya kami jaga, kami larang orang luar untuk memanah ikan, masyarakat di sini juga kami larang untum buat jangkar di sini, ada tempatnya juga, kami jaga karang-karang supaya tamu melihat karang itu bagus,” ucap Rizal.
Sebelum gempa, kata Rizal, setiap hari warga lokal selalu membersihkan pantai. Tapi karena warga masih mengungsi warga belum bisa maksimal membersihkan pantai.
“Masyarakat asli sini sangat menjaga pantai jadi kalau ada orang luar memancing, yang bukan asli di sini kami usir, kami jaga, jadi ikan-ikan tidak diliar, dari Palu tamu orang asing bisa beri makan ikan, ikannya jinak kok,” tambah Rizal.
Comments
Post a Comment